Sirkulasi Ilusi ingin menggerakan teater sebagai ruang kritis untuk menjelajahi era di mana realitas semakin kabur dan terkendali, melalui 4 pilar kuratorial: realisme pemikiran, adaptasi transformatif, interaksi reflektif, dan ruang kolaboratif baru.
“Sirkulasi” merujuk pada bagaimana ide, wacana, dan karya seni bergerak/digerakkan: melintasi ruang, waktu, medium, dan komunitas. Serta bagaimana pergerakan ini membentuk pengalaman bersama dan pengetahuan baru. “Ilusi” ditambahkan sebagai keterangan strategi konseptual yang menciptakan lapisan makna untuk menata persepsi kritis atas keterhubungan antara panggung dan realitas sosial kontemporer.
Sirkulasi Ilusi ingin menggerakan teater sebagai ruang kritis untuk menjelajahi era di mana realitas semakin kabur dan terkendali, melalui 4 pilar kuratorial: realisme pemikiran, adaptasi transformatif, interaksi reflektif, dan ruang kolaboratif baru.
Realisme bukanlah istilah tunggal dengan makna yang selalu sama; ia sangat tergantung pada bidang kajian dan tujuan epistemologis yang digunakannya. Di dalam seni, ini merupakan sebuah pendekatan yang menyentuh pemikiran tentang kebenaran, autentisitas, dan representasi sosial. Dalam konteks ini, realisme ditempatkan bukan sekadar teknik yang naturalistik, melainkan sebuah komitmen epistemologis dan etis: bahwa realitas itu penting untuk diungkap lebih daripada sekadar dikreasi ulang. Realisme sebagai pemikiran kritis menjadi kerangka konseptual. Teater tak hanya meniru keseharian secara visual, melainkan mendorong pemikiran bahwasannya realitas (dengan segala kerumitannya) harus diusut secara sadar, bukan untuk meniru dunia, tapi menghadapinya secara kritis: menelisik apa arti realitas saat ini di atas panggung.
Mental adaptif dan transformatif menjadi tantangan kreatif dalam mengembangkan sudut pandang baru pemanggungan. Strategi kreatif yang melibatkan kerja transformasi medium: mengubah teks sastra menjadi pertunjukan teater, merupakan tawaran teknik yang dinilai mampu menjembatani cara tangkap kita memproduksi narasi dalam memotret realitas: dunia yang dipenuhi pengalaman storytelling yang interaktif dan multiplatform.
Penonton diposisikan bukan lagi sekadar saksi, melainkan bagian pengalaman peristiwa pertunjukan. Dalam Sirkulasi Ilusi, posisi mereka berpindah menjadi agen reflektif: menatap dan ditatap, bukan oleh pertunjukan yang menampakan dirinya, tapi oleh narasi yang menuntut kesadaran. Interaksi ini menciptakan sirkulasi pemaknaan: antara apa yang terlihat dan apa yang kita anggap sebagai wacana objektif. Teater menjadi ruang bersama untuk menangkap semesta sosial yang sedang dicerminkan sekaligus direkonstruksi.
Di antara itu semua, pertemuan antara kreator, penonton, dan keproduseran dirancang untuk memproduksi praktik artistik baru. Forum diskusi, lokakarya dramaturgi, dan laboratorium kolaborasi. inisiatif ini ingin meneruskan semangat dari sejarah Pertemuan Teater Indonesia, bahwa Festival Teater Indonesia hari ini bukan sekadar panggung pertunjukan, tetapi juga laboratorium ide, inklusivitas, dan pergeseran paradigma produksi artistik.
Kerangka kuratorial ini ingin membentang lanskap peredaran panggung Indonesia melalui gagasan silang wilayah, silang teks, dan silang kepenontonan sebagai upaya mempertemukan keragaman praktik dan konteks dalam merefleksikan kenyataan keseharian sosial masyarakat kontemporer Indonesia.
skema ini dipantik oleh buku Ekosistem Teater Indonesia (peta rintisan) 19 provinsi yang diterbitkan Perkumpulan Nasional Teater Indonesia 2024, paska rangkaian kegiatan diskusi Teaterisu selama 2 tahun sebagai pembacaan ekosistem teater Indonesia via peta spasial atau kewilayahan.
Di tahun perdana, Festival Teater Indonesia melalui Sirkulasi Ilusi akan bersilangan di empat kota yang dibayangkan menjadi titik temu dimana ilusi berpindah, berganti bentuk, dan menemukan makna baru atas praktik seni transposisi. Kerja persilangan teks melalui adaptasi dan alih wahana menjadi modus untuk mengalirkan citra cerita dari satu medium ke medium lain, mengaburkan batas antara asal-usul dan transformasi: sastra dan panggung. Pertemuan ini melahirkan lanskap imaji dan naratif yang terus bergerak, selalu berubah namun tetap saling terhubung.